HAARP alias High-frequency Active Auroral Program memang salah satu proyek Pentagon, hasil kerjasama US Air Force, US Navy, DARPA (Defense Advanced Research Project Agency) dan Univ. of Alaska. Berdiri pada 1993, proyek ini menempati sisi barat Taman Nasional Wrangell-Saint Elias di Gakona, Alaska, dengan tujuan mengetahui, menyimulasikan dan mengontrol proses ionosferik yang barangkali saja bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan telekomunikasi dan surveilans.
HAARP terdiri dari 180 antenna yang meradiasikan 3,981 megawatt ERP (total effective radiated power). Fasilitas seperti HAARP tidak hanya dibangun AS saja. Eropa juga memilikinya, dengan ERP 1 gigawatt yang berpangkalan di Tromso, Norwegia. Demikian pula Russia dengan fasilitas sejenis di Vasilsurk, yang sanggup menghasilkan 190 megawatt ERP. Dengan berpatokan pada ERP-nya saja, kita bisa lihat HAARP adalah yang terkecil. Seluruh fasilitas ini berada di lingkar kutub utara (Arktik).
Intensitas gelombang elektromagnetik high-frequency yang dipancarkan HAARP ke ionosfer mencapai 3 mikrowatt/cm persegi. Sebagai pembanding, intensitas radiasi elektromagnetik dari Matahari (dalam semua spektrum panjang gelombang) yang sampai ke permukaan Bumi mencapai 0,15 watt/cm persegi atau 50 ribu kali lebih besar.
Dan marilah kita berandai-andai sedikit : bisakah pancaran sinar Matahari memicu gempa tektonik? Tidak bukan? Dan lantas, bisakah sinyal HAARP yang puluhan ribu kali lebih lemah ketimbang sinar Matahari itu memicu gempa? Kontroversi HAARP sebagai senjata geofisika telah muncul sejak September 1995
CONTOH SOAL
Luas segmen Simeulue dan Andaman yang terpatahkan dalam bencana gempa disusul tsunami Aceh tahun 2004, sebesar 300.000 km persegi dan total slip 10 m (rata-rata, karena di beberapa tempat mencapai 20 meter), maka gempa ini melepaskan energi sebesar 950 megaton TNT atau 47.500 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom Hiroshima.
Jika kita meyakini bahwa gempa ini bisa dipicu oleh aktivitas aurora/HAARP maupun ledakan nuklir, maka energi minimum aurora/HAARP maupun ledakan nuklir yang dibutuhkan untuk memicu gempa sebesar itu adalah 95 juta megaton TNT. Sebagai pembanding, jika seluruh hululedak nuklir yang ada di Bumi ini dikumpulkan dan diledakkan bersama-sama, energinya paling banter 'hanya' 20.000 megaton TNT.
Di tata surya ini, energi sebesar 95 juta megaton TNT tersebut hanya bisa dibangkitkan oleh satu tumbukan asteroid/komet. Mengapa butuh energi teramat besar? karena efisiensi pengubahan energi ledakan menjadi energi gempa itu sangat rendah, hanya 0,001 % (Melosh. 1989. Impact Cratering : A Geologic Process).
|